BERTENGKAR KARENA PAK TUA
Salim (Mojokerto)
Pada suatu hari, di saat subuh tiba, ada dua orang santri yang sedang melakukan shalat. Mereka adalah Budi dan Agung. Kedua orang santri ini, mempunyai niatan akan pulang ke kampung halaman masing-masing di Surabaya, dengan menaiki kereta api dari stasiun Singosari. Setelah keduanya menyiapkan baju dan kitab ke dalam tas, mereka berangkat menuju stasiun. Setiba di sana, mereka melihat jadwal keberangkatan kereta api yang bertujuan ke Surabaya.
Ternyata kereta api berangkat pada waktu 07.00. Setelah menunggu cukup lama, maka loketpun dibuka karena kereta api sudah dating dan parkir di depan stasiun, dan Agung berdiri untuk membeli tiket. Sedangkan Budi, sambil menunggu pemberangkatan kereta, ia berbincang-bincang dengan bapak tua yang sejak tadi duduk di samping mereka.
’’Assalamu’alaikum”. Budi menyapa.
“Wa’alaikum salam”. Jawab Pak tua.
“Numpang tanya, bapak mau ke mana”?. Tanya budi.
“Oooo,saya mau ke kota bangil”. Jawab Pak tua.
“Memangnya ada urusan apa pak ke Bangil”?. Tanya Budi dengan wajah penasaran.
“Saya ke Bangil mau berbelanja sepatu karena sepatu yang berada di toko saya stoknya habis”. Jawab Pak tua.
“Kalau adik mau kemana”.Tanya Pak tua.
“Saya mau pulang ke Surabaya karena liburan pesantren sama teman saya”. Jawab Budi.
Tiba-tiba Agung berkata kepada Budi dengan wajah murung ,“Bud jangan lama-lama, soalnya keretanya mau berangkat, apakah kamu mau tak tinggal sendirian di stasiun bersama preman-preman di sini ”.
“Ya tidak toh Gung”. Jawab Budi.
Tidak lama kemudian dialog dengan orang tua itu terputus, karena kereta api yang akan ke Surabaya sudah mulai menbunyikan bel panjang pertanda akan berangkat. Kedua santri itu naik ke dalam kereta. Di dalam kereta Budi menyalahkan Agung, karena dioalognya dengan Pak tua dipotong dengan istilah yang kurang mengenakkan hati, sehingga Budi tidak bisa berbincang-bincang lama dengan Pak tua. Tapi Agung cuek saja mendengar omongan Budi, dan mencari posisi untuk dapat memejamkan mata, pertanda kantuk berat menyertai kelopak matanya. Akhirnya, kereta api itu diberangkatkan untuk melanjutkan perjalanannya merlewati kota Lawang, Bangil, Sidoarjo, Wonokromo dan yang terakhir adalah stasiun Surabaya Kota, atau yang lebih dikenal dengan sebutan stasiun Semut.
Medio 19 April 09, Ribath.