Amanat Jabatan Yang Disalah-gunakan
M. Ridwan
Pada zaman semakin modern ini, banyak sekali orang yang mengejar jabatan demi harta, status, fasilitas, serta sebuah gengsi pribadi dan sebagainya. Sesungguhnya amanat itu tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, melainkan hanya orang yang terpilih saja yang mampu secara benar dalam mengemban amanat berupa jabatan itu.
Memang tidak gampang memegang amanat itu, bahwa gunung saja tidak mampu mendapat amanat dari Allah sang Maha Pencipta, apalagi manusia yang suka mengoceh tiada bukti bagaikan tong kosong nyaring bunyinya. Sayyidina Umar bin Khattab r.a. menangis ketika menjadi khalifah kedua setelah Sayyidina Abu Bakar r.a.
Putra dari Sayyidina Umar pernah sempat menjadi pemimpin umat Iislam di zaman itu, tetapi Sayyidina Umar melarangnya seraya berkata Tidak wahai anakku, kau tidak boleh menjadi seorang pemimpin, cukuplah aku saja yang memegang amanat itu, dan cukuplah aku saja yang menanggung dosa itu. Sangatlah berat amanat itu, janganlah sekali-kali meremehkan amanat, karena dosanya akan ditanggung sendiri.
Sekarang saya menegor calon-calon pemimpin rakyat, apakah sudah siap memegang amanat? Mengapa kalian mengorbankan nyawa, harta, bahkan keluarga demi mengejar amanat? Demi pangkat, seringkali kalian menghamburkan harta kalian, tetapi jika ada saudara sesama muslimin yang membutuhkan dana, sebut saja di Aceh, Sumatra, Poso, Ambon, Filipina, Thailand, Palestina, kalian malah menyimpan uang tersebut di bank.
Jangan terlalu berambisi mengejar harta dan kehidupan dunia dengan perantara jabatan, sesungguhnya kehidupan di akhirat nanti, pasti 100% lebih baik, lebih banyak, bahkan lebih mewah. Mulai dari sekarang, kita harus bisa meninggalkan sedikit demi sedikit ketergantungan terhadapmharta dan kehidupan dunia, karena pada hakikatnya baik jabatan, harta, serta kehidupan dunia yang sempat mampir kepada kehidupan kalian, hanyalah merupakan titipan dari Allah swt, dan merupakan amanat-NYA yang seuatu saat harus kita kembalikan dengan ikhlas. Barang siapa yang menanam kebaikan, pasti akan memanen kebaikan pula.
Coba perhatikan kehidupan Rasulullah SAW yang memilih meninggalkan harta dunia, memilih hidup melarat, memilih hidup mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat, lebih diutamakan daripada mengejar kesenangan duniawi. Jadi kita wajib metiru akhlak beliau SAW.
Berbeda tentunya, jika kita memperhatikan kehidupan pemimpin zaman sekarang, yang semakin lama semakin nyleneh saja kelakuannya. Ada yang hobinya ngelencer ke luar negeri dengan dana APBD, ada yang mengajukan mobil dinas sekalipun sudah memiliki mobil pribadi, ada yang minta kenaikan gaji di atas kewajaran, dan lain sebagainya. Sesungguhnya umat Islam di Indonesia ini merindukan pemimpin yang benar, bijaksana dan jujur, serta selalu memperjuangkan nasib rakyat, lebih-lebih demi keselamatan aqidahnya.