MAYIT PINTAR
Luthfi Bashori
Siapa bilang orang pintar hanya boleh hidup di dunia nyata? Bahkan sejatinya, bahwa keberadaan orang pintar itu justru lebih banyak di alam kubur, bahkan hampir setiap orang yang sudah pindah ke alam kubur, hakikatnya mereka menjadi lebih pintar dibanding orang-orang yang masih hidup di atas muka bumi.
Standar kepintaran yang dimaksud di sini, adalah kemampuan memahami kondisi alam dalam dimensi yang lain di luar dimesi yang sedang mereka jalani.
Jika seorang yang sedang hidup di atas bumi alias di alam nyata, maka mereka hanya diberi kemampuan untuk dapat mengetahui keadaan alam sekitarnya, misalnya bagaimana prosesi matahari terbit dan tenggelam, bagaimana cara mencari makan, bagaimana keadaan perkembangan keluarga, dan mengetahui hal-hal yang bersifat kasat mata lainnya.
Itulah dimensi kehidupan duniawi yang kebanyakan orang melupakan, bahwa setelah mereka menjalani dimensi kasat mata ini, mereka kelak akan menjalani kehidupan pada dimensi yang lain.
Namun, sehebat apapun kepintaran seseorang yang hidup di atas dunia nyata dalam memahami dan mengerti situasi dan kondisi keadaan sekitarnya, mereka tidak akan mampu memahami secara tepat sesuai panca indra masing-masing bagaimana hakikat keadaan situasi dan kondisi kehidupan pada dimensi alam kubur.
Namun Nabi kita, sayyidina Muhammad SAW sebagai seorang Rasul yang diberi mu`jizat, beliau justru memberitahu kepada kita tentang kehidupan alam kubur, sebagai berikut:
``Sesungguhnya amal-amal kalian itu ditampakkan kepada keluarga dan kerabat kalian dari orang-orang yang telah meninggal dunia, jika amalan kalian itu baik, maka mereka bergembira, dan jika selain itu, maka mereka berdoa: ``Ya Allah, jangan matikan mereka sehingga Engkau menunjukkan mereka kepada apa yang telah Engkau tunjukkan kepada kami``. (HR. Alhakim dan Attirmidzi).
Dari keterangan ini, menjadi jelas bahwa di samping ahli kubur itu mengetahui keadaan dan situasi alam kubur dimana mereka sedang berada, ternyata mereka juga dapat memahami keadaan pada dimensi yang lain dari dimensi mereka sendiri, yaitu amalan keluarganya yang masih hidup pada dimensi dunia nyata.
Selaras dengan hadits di atas, yaitu Firman Allah yang artinya:
``Dan janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rizqi``. (QS. Ali Imran, 169).
Ayat ini menunjukkan betapa orang yang telah meninggal dunia di antara para shuhada itu, ternyata mereka diberi kenikmatan yang luar biasa oleh Allah saat mereka menjalani kehidupan di alam kubur.
Dengan demikian, secara otomatis jika para mayit yang hidup di alam kubur itu mendapatkan kiriman doa dari keluarganya yang masih hidup di atas bumi, maka para ahli kubur itu dapat memahami dan mengerti bahkan mereka bersyukur karena doa yang dilantunkan oleh keluarganya itu tergolong amalan baik yang dapat mereka dengarkan.
Bahkan menurut Nabi SAW, bahwa Adduaa-u mukhkhul ibadah (doa itu adalah intisari ibadah), jadi para ahli kubur akan merasakan manfaat dari doa kebaikan yang dilantunkan oleh keluarganya yang masih hidup di dunia.
Belum lagi ada ayat Alquran yang menerangkan tentang bolehnya orang hidup mendoakan kerabat dan orang-oranag yang telah wafat terlebih dahulu:
``Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (wafat dari kaum Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: ``Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman terlebih dahulu daripada kami`` (QS. Al-Hasyr, 10).
Al-Imam an-Nawawi (w 676 H) dalam al-Adzkar menuliskan: ``Semua ulama sepakat bahwa pembacaan doa bagi orang-orang yang telah meninggal dunia, akan memberikan manfaat terhadap mereka (para mayit) dan pahala doa tersebut sampai kepada mereka. Para ulama itu mengambil dalil firman Allah QS. Al-Hasyr: 10 di atas, dan ayat-ayat lainnya.
Demikian juga para ulama mengambil dalil dari beberapa hadits masyhur di antaranya sabda Nabi SAW: ``Ya Allah ampunilah bagi orang-orang yang dimakamkan di pekuburan Baqi` al-Gharqad`` (HR.Muslim).
Nabi SAW juga bersabda: ``Ya Allah ampuni bagi orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang telah meninggal di antara kami (HR. At-Tirmidzi)``. (Lihat al-Adzkar: 176).
Simak juga hadits berikt: Telah menceritakan kepada kami Abdullah, ia berkata telah menceritakan kepadaku ayahku, yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya bin Said, dan aku bertanya padanya, ia berkata telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Mughirah, yang berkata telah menceritakan kepada kami Tsabit dari Anas, yang berkata: ``Kami bersama Umar di antara Makkah dan Madinah, dan kami sama-sama melihat bulan sabit. Aku termasuk orang yang tajam penglihatan, sehingga aku dapat melihatnya. Aku berkata kepada Umar: ``Tidakkah engkau akan melihatnya?``. Umar berkata: ``Aku akan melihatnya ketika aku terlentang di tempat tidurku``.
Dia (Umar) kemudian menceritakan kepada kami tentang para Ahli Badar seraya berkata: ``Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memperlihatkan kepada kami tempat kematian mereka (kafir Quraisy) kemarin``.
Beliau SAW bersabda: ``Ini tempat kematian fulan besok jika Allah menghendaki, dan ini tempat kematian fulan besok jika Allah menghendaki``.
Ternyata mereka (yang disebut Nabi SAW itu) kemudian meninggal dunia di tempat itu.
Aku berkata: ``Demi Dzat Yang mengutusmu dengan membawa kebenaran, tidaklah mereka melangkah untuk itu. Mereka dibantai di tempat itu``.
Beliau SAW kemudian memerintahkan agar mereka dimasukkan ke dalam sumur.
Lantas Beliau SAW mendatangi mereka dan bersabda: ``Wahai fulan dan fulan, apakah kalian telah menemukan apa yang Allah janjikan kepada kalian sebagai suatu kebenaran?. Sesungguhnya aku telah menemukan apa yang Allah janjikan kepadaKu sebagai suatu kebenaran``.
Umar berkata: ``Ya Rasulullah, apakah Engkau sedang berbicara dengan suatu kaum yang telah menjadi bangkai? . Beliau SAW menjawab: ``Tidaklah kalian lebih dapat mendengar apa yang aku katakan daripada mereka.
Hanya saja mereka tidak dapat menjawab``.
Hadits ini sanadnya Shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim. Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarh
Musnad Ahmad no 182 berkata: ``Sanadnya shahih``.
Inilah bukti kongkrit sesuai syariat Nabi SAW, bahwa mayit itu hakikatnya lebih pintar dari pada kaum Wahhabi yang mengingkari sampainya doa dari orang yang masih hidup bagi para mayit itu sendiri.