KELAHIRAN ITU ADA DUA MACAM
Luthfi Bashori
Imam Zarkasyi berkata: Kelahiran itu ada dua macam. Pertama, kelahiran yang biasa dikenal orang, yakni lahir dari perut ibu. Kedua, kelahiran hati dan ruh, yang keduanya itu keluar (lahir) dari nafsu dan watak yang buruk. Kelahiran yang kedua inilah yang menjadikan Rasulullah SAW sebagai bapak bagi setiap orang yang beriman, seperti yang dikatakana oleh seorang penyair: Siapapun yang telah mengajari kebaikan, maka ia adalah sebaik-baik ayah, karena ia adalah bapak rohani, bukan bapak air mani. (Almunsyarif)
Jadi, jika orang tua itu telah melahirkan jasad, maka Rasulullah SAW telah melahirkan hati. Demikian juga dengan para penerus perjuangan dakwah Rasulullah SAW, yang diemban oleh para ulama, maka mereka ini sangat patut disebut sebagai bapak-bapak bagi umat Islam.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengatakan: Aku adalah budaknya orang yang mengajariku (ilmu) sekalipun hanya satu huruf.
Penghormatan dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib ini kepada seorang guru agama ini sangat beralasan, karena para guru agama atau para ulama inilah yang hakikatnya telah melahirkan hati dan ruh pada diri setiap murid yang dibimbingnya. Maka sudah selayaknya mereka mendapatkan penghormatan yang sangat mulia.
Jika orang tua yang telah melahirkan jasad saja wajib dihoramti dan dimuliakan, sebagaimana perintah Alla: Wabil waalidaini ihsaanan (hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua), padahal di dalam jasad seseorang itu terdapat berbagai macam kotoran dan penyakit, bahkan jika sudah mati, maka jasad itu akan hancur luluh di dalam kuburan, karena dimakan oleh hewan-hewan pemangsa bangkai.
Sedangkan para ulama yang menjadi bapak rohani bagi umat Islam, tentunya lebih berhak untuk dihormati dan dimuliakan. Karena rohani umat Islam itu sifatnya lekang, bahkan tatkala jasad seseorang itu sudah mati dan hancur luluh di alam kubur, maka rohani akan tetap lestari.
Jika orang itu masih hidup selalu menjaga kebersihan dan kesucian hatinya, serta selalu diisi keimanan dan ketaatan kepada syariat agama Allah berkat bimbingan para ulama, maka tatkala berada di alam kubur maupun di akhirat, rohaninya akan mendapatkan kenikmatan yang tiada tara dari Allah SWT.
Jika seorang mukmin sudah mendapatkan kenikmatan di sisi Allah, tentunya dirinya tidak akan melupakan figur-figur yang konon telah membimbingnya dari jalan kebodohan dan kesesatan menuju jalan yang terang benderang dan penuh keimanan, yaitu kebaikan akhlaq yang mulia dalam bingkai syariat Islam. Figur-figur para pembimbing akhlaq yang mulia ini tiada lain adalah para ulama yang menjadi pewaris para Nabi SAW.
Karena itu, alangkah tepat jika umat Islam selalu mengikuti petunjuk para ulama yang benar-benar dapat membimbing kehidupan rohaninya. Bahkan, hendaklah ada sekelompok orang dari kalangan umat Islam yang mengkhususkan diri untuk mewarisi ilmu dan akhlaqnya para ulama. Namun jika belum mampu, hendaklah berkhidmat kepada para ulama. Jika belum mampu, hendaklah mengikuti petunjuk para ulama, Jika belum mampu, hendaklah menghormati eksisitensi para ulama. Jika belum mampu, janganlah menjauhi ulama. Jika belum mampu, janganlah memnyakiti para ulama. Jika belum mampu, janganlah melawan para ulama. Jika belum mampu, jangan memusuhi para ulama.
Adapun definisi ulama itu menurut Alquran adalah: innama yakhsyallaha min ibaadihil ulama (Sesungguhnya orang yang paling takut kepada Aallah itu adalah para ulama). Jadi, yang disebut para ulama adalah orang yang mendalami ilmu agama dan dirinya sangat takut kepada Allah jika berbuat maksiat. Jika ada orang yang pandai ilmu agama, namun tidak takut bermaksiat kepada Allah, maka tidak dikatakan sebagai ulama.