RESIKO BERAT JADI PEMIMPIN
Luthfi Bashori
Rasulullah SAW bersabda: “Tiada seseorang pun yang diangkat menjadi pemimpin bagi sepuluh orang atau lebih, kecuali ia datang di hari Kiamat dalam keadaan terikat oleh rantai dan belenggu.” (HR. Hakim).
Barang siapa yang menjadi pemimpin orang banyak, maka kelak di hari kiamat ia akan diminta pertanggung jawaban tentang kepemimpinannya. Seandainya seseorang berlaku adil dalam kepemimpinannya maka ia termasuk orang yang beruntung. Akan tetapi sebaliknya, jika ia tidak berlaku adil dan bahkan berlaku dzalim, maka kecelakaanlah yang akan menimpanya.
Dalam pandangan Islam menurut ilmu musthalah Hadits, bahwa yang namanya adil, adalah wajib dari kalangan umat Islam, yang telah berusia baligh, berakal dan bertaqwa kepada Allah. Mengikuti definisi ini, tidak ada seorang kafir pun yang dihukumi adil.
Jadi keadilan terhadap umat Islam itu, setiap orang muslim akan memperoleh hak dan kewajibannya secara sama dari kebijakan seorang pemimpin. Tentu kesamaan tersebut berdasarkan pada hakekat manusia yang derajatnya sama antara seorang muslim dengan orang muslim yang lain. Karena yang membedakan di antara mereka itu hanyalah tingkat keimanan dan ketakwaan dari setiap muslim tersebut.
Kepemimpinan duniawi yang dicari-cari, apalagi jika untuk mendapatkannya itu sang pemimpin menggunakan segala cara, tak kenal mana yang halal atau cara yang haram, semuanya ia lakukan demi meraih kepemimpinannya itiu, maka sesungguhnya ia telah ‘bunuh diri’ di hadapan Allah.
Di antara ciri kepemimpinan duniawi yang kelak di akhirat akan membelenggu dan menyengsarakan dirinya, adalah jika sang pemimpin itu tidak mendahulukan kemashalahatan Islam dan umat Islam dalam kekuasaannya, namun selalu membela dan melindungi kejahatan maupun kemaksiatan, atau selalu mengunggulkan kekafiran, serta berusaha menyenangkan dan mentaati para oligarki hitam yang telah membiayai pemilihannya, apalagi jika kebijakannya itu selalu merugikan aqidah Islam dan nasib umat Islam.