RASULULLAH SAW vs SYIAH
Luthfi Bashori
Untuk mengetahui bagaimana sikap Rasulullah SAW terhadap KEBOHONGAN, maka dapat dilihat dari hadits-hadits beliau SAW tentunya, demikian pula bagaimana sikap kaum Syiah terhadap KEBOHONGAN yang dalam bahasa mereka adalah TAQIYAH, maka dapat pula dilihat dari pernyataan tokoh-tokoh Syiah dalam kitab-kitab mereka, sebagaimana yang tertera di bawah ini.
BOHONG DALAM PANDANGAN RASULULLAH SAW:St. Aisyah RA menuturkan, Tiada perbuatan yang sangat dibenci oleh Rasulullah SAW, selain berbohong.(HR. Ibnu Hibban).
Pada suatu malam aku bermimpi didatangi dua orang laki-laki, kemudian keduanya membawaku ke sebuah tempat yang suci. Di tempat itu aku melihat dua orang yang sedang duduk dan ada dua orang yang sedang berdiri, di tangan mereka ada sebatang besi. Besi itu ditusukkan ke tulang rahangnya sampai tembus tengkuknya. Kemudian ditusukkan besi itu pada tulang rahangnya yang lain semisal itu juga, hingga penuh dengan besi. Akhirnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam bertanya: Kalian telah mengajakku berkeliling, sekarang kabarkan kepadaku peristiwa demi peristiwa yang telah aku lihat. Keduanya berkata: Adapun orang yang engkau lihat menusuk rahangnya dengan besi, dia adalah seorang pendusta, berkata bohong hingga dosanya itu memenuhi penjuru langit. Apa yang engkau lihat terhadapnya akan terus diperbuat hingga hari kiamat. (HR. Bukhari no. 1386, Ahmad 5/14).
Sy. Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib menyatakan, Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya kebenaran itu membawa ketentraman, dan kebohongan itu mengakibatkan keraguan (kebimbangan). (HR. Tirmidzi)
Barangsiapa memangil anak kecil dengan berkata, Kemarilah akan kuberi sesuatu, namun ternyata tidak memberinya sesuatu, maka itu terhitung berbohong. (HR. Ahmad dan Ibnu Abid Dunya)
Sy. Ibnu Umar RA mengungkapkan, Nabi Muhammad SAW bersabda, Sejahat-jahat kebohongan, adalah jika sesorang mengaku kedua matanya melihat apa yang tidak dilihatnya. (HR. Bukhari)
Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kelaliman, dan kelaliman itu akan menghantarkan ke arah neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong. (HR. Bukhari dan Muslim )
Pertanda orang yang munafiq ada tiga: apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat (HR. Bukhari dan Muslim).
BOHONG DALAM PANDANGAN SYIAH:Al-Kulaini, tokoh syiah ini mengklaim riwayat dari Imam Jafar As-Shadiq
التقية من ديني ودين آبائي ولا إيمان لمن لا تقية له
Taqiyah (bohong) itu bagian dari agamaku dan agama bapak-bapakku. Tidak ada iman bagi orang yang tidak melakukan taqiyah. (Ushul Al-Kafi 2/217, dan tertera juga dalam kitab Syiah Biharul Anwar 75/423, dan Wasail Syiah 11/460).
Dari Abdullah bin Jafar,
إن تسعة أعشار الدين في التقية , ولا دين لمن لا تقية له
Sesungguhnya sembilan persepuluh (90%) bagian agama adalah taqiyah (berbohong). Tidak ada agama bagi orang yang tidak melakukan taqiyah. [Ushul Al-Kafi 2/217, Biharul Anwar 75/423, dan Wasail Syiah 11/460].
Dalam kitab Al-Mahasin, dari Habib bin Basyir, dari Abu Abdillah,
لا والله ما على الأرض شيء أحب إلي من التقية، يا حبيب إنه من له تقية رفعه الله يا حبيب من لم يكن له تقية وضعه الله
Demi Allah, tidak ada di muka bumi ini, sesuatu yang lebih aku cintai melebihi taqiyah. Wahai Habib, orang yang melakukan taqiyah, Allah akan angkat derajatnya. Wahai Habib, siapa yang tidak melakukan taqiyah, akan Allah rendahkan.
Tokoh Syiah Ibnu Babawaih mengatakan,
اعتقادنا في التقية أنها واجبة من تركها بمنزلة من ترك الصلاة
Keyakinan kami tentang taqiyah, bahwa taqiyah itu wajib. Siapa yang meninggalkan taqiyah, seperti orang yang meninggalkan shalat. (Al-Itiqadat, hlm. 114).
Untuk mendukung keterangannya, dia tidak malu untuk berdusta atas nama Nabi Muhammad SAW, dengan menyantumkan hadis palsu,
تارك التقية كتارك الصلاة
Orang yang meninggalkan taqiyah, sama dengan orang yang meninggalkan shalat. (Simak Jami Al-Akhbar, hlm. 110 dan Bihar Al-Anwar, 75/412)