Terkena Peluru Nyasar, Tangan Gadis Yaman Ini Diamputasi
ADEN, Jum’at (Anadolu Agency): Setiap pagi, Hadil Mahmoud –gadis
Yaman berusia 13 tahun– memanjat pohon di dekat rumahnya di pusat
provinsi Taiz.
Suatu hari, sebuah peluru nyasar meluncur di dekatnya ketika ia
sedang memanjat pohon di kampung halamannya, Al-Arari, di provinsi yang
sedang dilanda perang.
“Sebuah peluru yang ditembakkan oleh pemberontak Syiah Houthi
mengenai saya ketika sedang memanjat pohon di dekat rumah saya,” kata
Hadil kepada Anadolu Agency.
Gadis Yaman itu dilarikan ke rumah sakit di selatan kota Aden untuk menjalani perawatan medis.
“Ketika melihat tangan saya dibalut dengan perban, saya tidak pernah
berpikir bahwa tangan saya diamputasi dan saya tidak akan bisa menulis
atau menggambar lagi,” ujar gadis yang sangat terguncang itu, dengan air
mata mengalir di pipinya.
“Saya tidak percaya bahwa saya tidak akan punya tangan lagi.”
Laporan PBB menyatakan bahwa lebih dari 7.500 anak telah terbunuh atau terluka di Yaman sejak 2014.
“Penderitaan anak-anak di Yaman semakin memburuk selama periode
pelaporan, menjadi sangat mengerikan,” kata Virginia Gamba, perwakilan
khusus PBB untuk anak-anak dalam konflik, bulan lalu.
Yaman dilanda kekerasan dan kekacauan sejak 2014, ketika pemberontak
Syiah Houthi yang bersekutu dengan Iran menguasai sebagian besar negara
itu, termasuk ibukota Sanaa.
Krisis meningkat pada tahun 2015 ketika koalisi militer pimpinan Arab
Saudi meluncurkan operasi udara yang bertujuan untuk merebut kembali
wilayah yang dikuasai Houthi.
Menurut PBB, Yaman menghadapi salah satu krisis kemanusiaan terburuk
di dunia, dengan lebih dari 10 juta orang berada di ambang kelaparan.
Lebih dari 22 juta orang di Yaman sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan
dan perlindungan.
Penderitaan tanpa akhir
Taha Mohamed menyatakan sebuah organisasi telah menawarkan untuk
melakukan transplantasi tangan buatan untuk keponakan perempuannya itu
di Swiss.
Rencananya adalah memindahkan Hadil dan dua anak lainnya ke Mesir, kemudian ke Jenewa.
“Segera setelah kami tiba di Kairo … secara mengejutkan organisasi itu meminta mengadakan konferensi pers,” kata Taha.
Ia menyesalkan bahwa konferensi pers itu murni dimaksudkan untuk
mempromosikan organisasi tersebut dan “memamerkan kegiatannya dengan
memanfaatkan kami”.
Keluarga itu menolak berpartisipasi dalam konferensi pers dan
organisasi tersebut membalas dengan tidak memberikan mereka tunjangan
harian sebesar 50 EGP (sekitar 3 dolar).
“Kami mengalami hari-hari yang sulit,” kenangnya. “Tanpa bantuan penduduk setempat, kami akan berakhir menjadi gelandangan.”
Taha mengatakan bahwa keinginan terbesar mereka adalah kembali ke Yaman.
“Kami pergi ke kedutaan besar kami di Kairo dan berhasil mendapatkan kembali paspor kami setelah empat bulan,” katanya.
Ia menegaskan bahwa selama periode tersebut, seorang pengusaha di
Taiz berjanji akan mensponsori operasi transplantasi tangan palsu untuk
Hadil di Kairo.
“Akan tetapi, dokter menyatakan kepada keluarga bahwa akan sangat
sulit mentransplantasi tangan palsu elektronik,” ungkap sang paman.
“Kami tidak punya pilihan lain selain menerima pemasangan tangan palsu biasa,” katanya.
http://sahabatalaqsha.com