URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
ZAKAT DALAM PENGERTIAN YANG LUAS 
  Penulis: Pejuang Islam  [11/9/2025]
   
HUKUM BENCONG & TOMBOI 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/9/2025]
   
JANGAN DUDUK DI ATAS KUBURAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [11/8/2025]
   
BANYAK DOA, BANYAK BERKAH 
  Penulis: Pejuang Islam  [10/8/2025]
   
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Rabu, 15 Oktober 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 2 users
Total Hari Ini: 71 users
Total Pengunjung: 6235975 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
DEPOT AREMANIA  
Penulis: Pejuang Islam [ 24/10/2016 ]
 

DEPOT AREMANIA

Luthfi Bashori

21 Juni, di Pare Kediri Jatim. Dengan duduk di sebuah warung kecil di pojok jembatan, memberiku inspirasi untuk mengatakan bahwa Indonesia ini ternyata benar-benar sorga dunia. Tentunya, hal ini bisa dirasakan oleh kalangan orang yang hatinya benar-benar beriman, yang dapat menerima segala bentuk pemberian Allah, dan meyakininya sebagai rizqi yang telah dibagikan kepada para hamba-Nya.

`Lauknya apa Pak...?` tanya penjual. Akupun mencermati daftar menu yang disodorkan: `Anu buk, saya pesan Lalapan Wader..., tapi sambalnya jangan pedas-pedas...!`

Subhaanallah, beberapa saat kemudian, satu porsi nasi dengan lauk ikan wader telah tersedia di atas meja makan.

Al-wadru, wa maa adraaka mal wadru ? (Wader, tahukah kamu. apa itu wader?) . Tiga puluh tahun silam, aku sering mencari ikan wader di sungai.

Bahkan ada sebuah sungai di desaku yang airnya sangat jernih tempat mandi anak-anak seusiaku kala itu. Sering kali secara beramai-ramai kami menangkap ikan wader dengan menggunakan kain sarung.

Ada teman yang bertugas bagian memegang ujung kanan-kiri sarung, ada lagi yang memegang bagian belakang, dan tak kalah pentingnya ada teman yang bagian menghardik ikan dari depan dengan posisi agak jauh. Kerja sama yang kompak itu sering kali menghasilkan jebakan ikan yang cukup untuk dibagi bersama-sama.

Sepulang dari menangkap ikan wader, maka setiap anggota dapat berkreasi sendiri-sendiri dalam memperlakukan ikan wader hasil tangkapannya.

Seiring dengan perkembangan jaman, cara mengais rizqi model anak-anak itu telah ditinggalkan orang. Ikan wader pun kini sudah menaikkan gengsinya, yaitu dapat bersaing dengan jenis gurami, kakap, lele, patin, dan jenis ikan yang sering nongol dalam menu restoran.

Sambil menikmati ikan wader yang memang nikmat, minimal dalam standar lidahku, maka otakku terus berputar tak henti-hentinya sambil berpikir, ternyata ikan wader yang dulu tidak ada harga nominalnya, kini sudah menjadi komodite untuk dapat mengeruk keuntungan.

Bersyukurkah kita ? Jawabannya: yaa tergantung kitanya saja. Aku sendiri sangat bersyukur karena kini aku dapat menikmati salah satu ikan faforitku di saat masa kecilku, tanpa harus capai-capai mencari dulu di sungai.

Gurih-gurih pahit atau pahit-pahit gurih, barangkali begitulah khas ikan wader yang dapat aku rasakan.

Terlintas lagi dalam benakku, dulu saat aku hidup di Saudi Arabiyah selama delapan tahun, yaitu sejak tahun 1983-1991, tidak pernah telingaku ini mendengar info tentang keberadaan ikan wader di Saudi Arabiyah, apalagi orang jual ikan wader di sana.

Maka bangsa Indonesia harus bersyukur, karena diberi anugerah oleh Allah dengan keberadaan bermacam-macam jenis ikan air tawar termasuk wader.

Untuk itu kewajiban kita sebagi bangsa Indonesia adalah sedapat mungkin melestarikan lingkungan hidup, termasuk keaslian dan kebersihan sungai dari segala macam limbah yang dapat merusak ekosistem, dan secara otomatis menyebabkan kepunahan ma`asyiral ikan.

Alwadru, wamaa adraaka mal wadru ?
Kini wader sudah menjadi makanan berkelas.
Detik ini juga wader sudah masuk dunia internet.

Alhamdulillah. Mudah-mudahan tidak akan muncul fatwa haramnya makan ikan wader dari pihak manapun, hanya karena Nabi Muhammad SAW tidak pernah makan ikan wader. Amiiin...!

`Buk, dibungkuskan yaaa, ikan wadernya satu porsi ...!` teriakku.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam