KRITERIA IMAM SHALAT BERJAMAAH YANG DIANJURKAN
Luthfi Bashori
Menjadi imam shalat berjamaah itu tidaklah sembarangan, tetapi seorang imam shalat itu harus mengetahui ilmu yang terkait. Antara lain harus memahami syarat-syarat menjadi imam menurut ilmu fiqih.
Paling tidak, secara ringkas syarat-syarat sahnya seseorang menjadi imam shalat itu harus memahami masalah gender. Laki–laki sah bermakmum kepada imam laki–laki, perempuan bermakmum kepada imam laki-laki, perempuan bermakmum kepada imam perempuan, banci (mempunyai dua alat kelamin yang tidak diketahui apakah dia laki-laki atau perempuan, karena kedua alat kelaminnya sama-sama dapat berfungsi dengan baik) bermakmum kepada imam laki-laki dan perempuan bermakmum kepada banci.
Demikian juga seorang imam wajib mengetahui, bahwa yang tidak boleh menjadi imam shalat ialah, laki-kali tidak sah bermakmum kepada imam banci, laki-laki tidak sah bermakmum kepada imam perempuan, dan banci tidak sah bermakmum kepada imam banci.
Termasuk sah-nya menjadi imam shalat adalah, mempunyai hafalan surat Alquran yang cukup untuk mengimami, dan memiliki bacaan yang bagus sekira tidak salah baca khususnya dalam surat Alfatihah.
Salah baca dalam surat Alfatihah itu, jika kesalahan bacaannya dapat merubah arti maka batal shalatnya. Misalnya, membaca Shiraatha (jalan) dibaca Qiiraatha (alat timbangan), Ghairi (bukan) dibaca Khairi (baik)
Seorang imam shalat juga dianjurkan mengetahui sunnah-sunnah Nabi Muhammad SAW yang terkait dengan urusan shalat berjamaah, seperti dalam masalah kemampuan ilmu agama antara yang menjadi imam dan yang menjadi makmum, atau masalah nasab terbaik yang disunnahkan menjadi imam di antara para makmum yang ada, bahkan hingga penampilan fisikpun menjadi pertimbangan seseorang itu layak menjadi imam atau kurang layak, dan khususnya seoranng imam shalat itu harus memiliki aqidah yang benar.
Sy. Mughirah bin Syu’bah RA menceritakan, “Dalam suatu perjalanan aku dan Rasulullah pernah tertinggal rombongan. Setelah kami berhasil menyusul rombongan itu, kami dapati mereka sedang mengerjakan shalat, dan baru satu rakaat. Ketika itu Shahabat Abdurrahman bin ‘Auf yang bertindak sebagai imam. Begitu mengetahui kedatangan Rasulullah SAW, ia pun mundur. Akan tetapi, Rasulullah SAW memberi isyarat kepadanya agar terus mengimami shalat. Setelah imam mengucapkan salam, Rasulullah bangkit. Aku pun bangkit. Kami menyempurnakan satu rakaat yang tertinggal.” (HR. Muslim).
Untuk diketahui, bahwa Sy. Abdurrahman bin ‘Auf RA adalah salah satu di antara sepuluh shahabat yang dijamin oleh Rasulullah SAW masuk surga. Namanya semasa jahiliah adalah Abdul Ka’bah. Beliau masuk Islam atas ajakan Sy. Abu Bakar As-Shiddiq RA. Beliau termasuk salah satu di antara delapan orang yang pertama-tama memeluk agama Islam. Kemudian Rasulullah SAW memberinya nama Abdurrahman.
Selama hayatnya, Nabi Muhammad SAW tidak pernah bermakmum kepada siapa pun selain kepada Abdurrahman bin ‘Auf RA. Dalam bab ini menandakan bahwa Sy. Abdurrahman bin Auf termasuk seseorang yang memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan Allah dan Rasul-Nya SAW, sehingga Rasulullah SAW bersedia bermakmum kepada beliau RA.