INDAHNYA BERKELUARGA DALAM TUNTUNAN ISLAM
Luthfi Bashori
Dulu ada sebuah lagu yang liriknya cukup viral di jamannya, mengatakan:
Harta yang paling berharga adalah keluarga.
Istana yang paling indah adalah keluarga.
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga.
Mutiara tiada tara adalah keluarga.
Yang dapat dikategorikan sebagai keluarga dalam pandangan Islam itu tentu banyak macamnya, misalnya ayah-ibu dan kakek-nenek dengan garis silsilah ke atas secara vertikal hingga naik lagi ke atasnya, atau silsilah ke atas secara horizontal yaitu yang lurus ke samping.
Maksud naik ke atas, semisal ayah dan ibu kandung, kakek-neneknya ayah dan ibu, kakek-neneknya kakek dan nenek, demikian dan seterusnya. Sedangkan maksud lurus ke samping, semisal kakak-adiknya kakek dan nenek, paman, bibi maupun sepupunya kakek dan nenek, demikian dan seterusnya.
Tentunya yang dimaksud keluarga juga mencakup mertua, paman, bibi, kakak, adik, istri, anak, keponakan, sepupu, keponakan sepupu, cucu, cicit, keluarga dari pihak mertua, dan lain sebagainya yang masih ada ikatan darah baik dari dirinya maupun dari pasangan hidupnya, termasuk dari kalangan famili dekat maupun famili jauh.
Suatu saat St. Zainab istri Sy. Abdullah RA menceritakan, bahwa setelah dia mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, “Bersedekahlah wahai kaum wanita, bersedekahlah sekalian dengan perhiasanmu!”.
Dia pun pulang menemui Sy. Abdullah suaminya seraya berkata, “Kamu seorang laki-laki yang cepat kaki dan ringan tangan, ketahuinya bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada kami kaum wanita, agar kami bersedekah. Cobalah datangi beliau SAW, dan tanyakan apakah sudah cukup memadai jika sedekahku aku berikan kepada keluarga? Jika tidak memadai, akan kualihkan kepada orang lain.”
“Sebaiknya engkau sajalah yang mendatangi beliau SAW,” jawab Abdullah.
Maka pergilah St. Zainab menghadap Rasulullah SAW dan menanyakan hal itu. Lantas Nabi Muhammad SAW bersabda, “Engkau mendapat dua pahala, yakni pahala menjalin hubungan kekerabatan dan pahala karena sedekah.” (HR. Muslim).
Dalam kitab Shahih Bukhari, dari St. Maimunah Ummul Mukminin, ia berkata:
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَشَعَرْتَ أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِي قَالَ أَوَفَعَلْتِ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لِأَجْرِكِ
ST. MAIMUNAH: “Wahai Rasulullah, tahukah engkau bahwa aku memerdekakan budakku?”
RASULULLAH SAW: “Apakah engkau telah melaksanakannya?”
ST. MAIMUNAH: “Ya”.
RASULULLAH SAW: “Seandainya engkau berikan budak itu kepada paman-pamanmu, maka itu akan lebih besar pahalanya”.